Sabtu, 15 Mei 2010

USAHA PENINGKATAN

EKONOMI MASYARAKAT

 

 

 

 

Disusun oleh :

                                   

 

 

 

 

IHKAM FEBRIYANSYAH     3.42.08.1.08

2 KP B

 

 

PROGRAM STUDI KEUANGAN DAN PERBANKAN

JURUSAN AKUNTANSI

POLITEKNIK NEGERI SEMARANG

2010

 

 

USAHA PENINGKATAN

EKONOMI MASYARAKAT

 

 

 

 

Disusun oleh :

                                   

 

 

 

 

IHKAM FEBRIYANSYAH     3.42.08.1.08

2 KP B

 

 

PROGRAM STUDI KEUANAN DAN PERBANKAN

JURUSAN AKUNTANSI

POLITEKNIK NEGERI SEMARANG

2010

HALAMAN PENGESAHAN

KARYA ILMIAH MAHASISWA BERPRESTASI

PROGRAM STUDI KEUANGAN DAN PERBANKAN

 JURUSAN AKUNTANSI

POLITEKNIK NEGERI SEMARANG

2010

 

 

 

JUDUL                                               : Usaha Peningkatan Ekonomi Masyarakat

PENYUSUN                                      :                                  

                     Nama                             : Ihkam Febriyansyah

                     NIM                               : 3.42.08.1.08

 

 

 

                                                                                                           Semarang,   Mei 2010

 

Mengetahui,

Ketua Jurusan Akuntansi,

 

 

 

M. Noor Ardiansyah, S.E, M.Si, Akt

NIP 19760915.200003.100.1

KATA PENGANTAR

 

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini dengan judul “USAHA PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT”.

Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini pula penyusun ingin menghaturkan banyak terima kasih kepada:

  1. Bapak Dr. Totok Prasetyo, B.Eng, M.T, selaku Direktur Politeknik Negeri Semarang.
  2. Bapak M. Noor Ardiansyah, S.E, M.Si, Akt  selaku Ketua Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Semarang.
  3. Ibu Manarotul Fatati selaku Ketua Program Studi Keuangan dan Perbankan
  4. Keluarga yang telah memberikan dorongan baik moril maupun materiil
  5. Teman-teman seperjuangan yang telah banyak memberikan dukungan dan kerjasamanya.
  6. Semua pihak yang tidak dapat penyusun sebutkan yang telah membantu dalam penulisan karya ilmiah ini.

 

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan ke depannya.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa Politeknik Negeri Semarang pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

           Semarang,   Mei 2010

 

 

Penulis

DAFTAR ISI

 

 

HALAMAN JUDUL...................................................................................................              i

HALAMAN PENGESAHAN......................................................................................              ii

KATA PENGANTAR.................................................................................................              iii

DAFTAR ISI...............................................................................................................              iv

ABSTRAK..................................................................................................................              v

ABSTRACT................................................................................................................              vi

BAB I         PENDAHULUAN....................................................................................              1

1.1.   Latar Belakang.................................................................................              1

1.2.   Perumusan Masalah..........................................................................              4

1.3.   Uraian Singkat..................................................................................              5

1.4.   Tujuan..............................................................................................              5

1.5.   Kegunaan.........................................................................................              6

BAB II        ISI............................................................................................................             

2.1.   Problematika Krisis Ekonomi……………......................................              7

2.2.   Pembangunan Ekonomi Rakyat……………………………..............              13

2.3.   Permasalhan Sumber Daya Manusia................................................              16

2.4.   Kondisi Umum Usaha Kecil Menengah…………………….............              17

 

BAB III       PENUTUP...............................................................................................              20

3.1.  Pembangunan Ekonomi....................................................................              20

3.2.  Pandangan ke Depan Terhdp Sebuah Solusi.....................................              21

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................              23

ABSTRAK

 

Dewasa ini, kita telah dipertontokan dengan sebuah permasalahan yang sangat besar yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Yaitu meningkatnya krisis ekonomi. Banyak orang yang merasakannya, namun hanya sedikit orang yang peduli akan perubahan hal ini. Walaupun hamper semua orang di Negara ini mengetahui bahwa betapa pentingnya aspek ekonomi untuk menggerakkan Negara yang sangat besar seperti Indonesia ini.

Dalam karya tulis ini, penulis ingin mencoba untuk mengemukakan sebuah solusi untuk bangsa Indonesia menuju arah yang lebih baik. Harus memiliki sebuah konsistensi untuk membuatnya menjadi kenyataan. Dan, kejujuran adalah hal mutlak yang sangat penting dimiliki untuk menuju perekonomian yang terbaik.

Pemerintahan juga sangat penting peranannya dalam perubahan isu ini, karena kebijakan yang dapat berpengaruh terhadap seluruh bangsa Indonesia adalah kebijakan dari pemerintah. Walaupun masyarakat juga harus mengetahui betapa pentingnya mereka untuk merubah kebiasaan buruk mereka agar keadaan ekonomi senantiasa membaik.

Kita harus bangkit dan siap menyaksikan kita berada di tempat yang sangat buruk dalam krisis ekonomi. Tapi, untuk bangkit adalah bukan hal yang mustahil, ini akan menjadi nyata jika seluruh masyarakat bekerja keras untuk merubahnya.

Agar kita tidak lagi menemui krisis lagi, karena krisis membuat bangsa Indonesia menjadi hancur dan sangat susah untuk memulihkannya kembali.

Kebiasan buruk masyarakat Indonesia membuat bangsa Indonesia itu sendiri susah untuk menyesuikan dengan sebuah keadan ekonomi yang kondusif. Jadi ini adalah tugas kita bersama untuk merubah pola pikir bangsa Indonesia untuk menjadi masyarakat yang terbaik untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Banyak jalan untuk membuat keadaan ekonomi di Indonesia semakin baik, pada prinsipnya kita harus memiliki sebuah konsistensi untuk menangani masalah ekonomi pada umumnya.

 

 

ABSTRACT

 

 

Nowadays, we can see the big problem which have nation of  Indonesia. That is Increasing Crisis Economic. Too much people feel that, but only few people care to change this issue. Althought, almost all people in this country know that how important the economic aspec to movement the big country like Indonesia.

In this note, writer want to try to explain the solution to move nation of Indonesia going to the better place. Have to a consistention to being that become true. And, the honesty must be the Most Important to get the best economic place.

The government have the important potition to change this issue, because the policy only in government which have influence to large. Although, the citizen must know that they must change their habbit too, to change bad economic to better economic.

We must wake up and see the reality that very bad to go the best place in economic. But, this is not only dream, this is can realeted by the hard work in all different citizen.

Don't ever we meet crisis again, because the crisis make nation of Indonesia become down again and too difficult to rise the spirit again.

Bad mental of the human in Indonesia make nation of Indonesia difficult to adapted with a new conditional economic. So, this is our job to change the bad mindset nation of Indonesia to be the best citizen to increase the economic grown in Indonesia.

Too much way to make better condition of economic in Indonesia, the principle we must have consistention to handle the problem of economic commonly.

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

 

1.1  Latar Belakang

 

Pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin meningkat, namun dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia pertumbuhan ekonomi Negara Indonesia masih jauh dari kedua Negara tersebut. Minilik dari factor utama roda kehidupan suatu Negara yang ditentukan melalui tingkat perputaran perekonomian yang berlangsung di Negara tersebut, Indonesia masih jauh dari sebuah kata Normal. Dahulu, ketika Indonesia dilanda krisis tahun 1998 memang perokonomian kita jauh di dalam keterpurukan, hal ini juga dialami oleh beberapa Negara Asia Tenggara lainnya, krisis regional pada masa itu menimbulkan dampak yang dialami Indonesia beberapa tahun kemudian. Ditambah pada saat itu pula terjadi pergolakan Pemerintah yang puncaknya adalh Tumbangnya masa kepemimpian Orde Baru yang digulingkan oleh Reformasi yang gencar digembor-gemborkan pada masa itu. Reformasi begitu menggaung di masa itu, pembelaan terhadap nasib rakyat kecil begitu gencar, kepedulian terhadap nasib pribumi sangat sering terdengar di mana-mana.

 

Dampak yang semakin meluas adalah kekerasan, kebrutalan, kelaparn semakin sering dijumpai di sekeliling kita. Konflik-konflik yang semakin sering terjadi hingga muncul isu akan terjadi banyak disintegrasi yang dilakukan oleh beberapa daerah yang tidah tahan dengan keadaan Negara dan memilik untuk hidup terpisah di luar Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan anggapan bahwa setelah keluar dari naungan NKRI yang masih gonjang-ganjing tidak tentu arah, daerh tersebut akan makmur. Semua ini merupakan dampak domino dari krisis ekonomi dan krisis pemerintahan yang datang hampir bersaman. Menyusul tergulingnya Masa Orde Baru yang digantikan dengan Orde Reformasi yang dinilai banyak kalangan pada saat itu masih sangat premature, melihat kesiapan para penggerak pemerintahan yang sebagian besar masing dipegang oleh muka-muka Orde Baru. Namun, pemerintahan Reformasi pada masa itu dituntut untuk meningkatkan nasib rakyat yang terkatung-katung akibat dari krisis regional, pemerintah dituntut cepat tanggap terhadap segala kekurangan di bidang perekonomian rakyat, terutama rakyat kecil.

 

Begitu besar pengaruh perekonomian bagi keutuhan sebuah bangsa, hingga aspek-aspek selain perekonomian pun dikesampingkan demi normalnya sebuah perputaran perekonomian suatu Negara. Kestabilan ekonomi tidak akan mudah dicapai karena kestabilan ekonomi sangat banyak berkitan dengan berbagai aspek-aspek kehidupan berbangsa dan bernegara seperti Kesejahteraan Masyarakat, Keamanan, sosial budaya yang kokoh. Oleh karena itu, dapt dikatakan wajar bila peningkatan sebuah perekonomian rkyat tidak mudah dicapai, namun juga tidak dapat dikatakan mustahi apabila usaha-usaha yang dilakukan dipenuhi rasa Optimisme, Konsekuensi terhadap kebijakan yang mengarah terhadap peningkatan ekonomi rakyat.

 

Indonesia yang sudah 3 kali mengalami gejolak besar dibidang ekonomi yang terjadi pada tahun 1965-1968 yang disebabkan oleh kisruh politik dan kepemimpinan, krisis ekonomi tahun 1998 saat jatuhnya Rezim Orde Baru, serta yang terbaru adalah di akhir tahun 2008 yang diakibatkan oleh krisis global yang memiliki episentrum di Amerika Serikat.

 

Ketiga gejolak tersebut sangat berdampak pada perekonomian Indonesia yang masih sangat belum stabil. Hingga saat ini pun aspek  perekonomian Negara Indonesia masih jauh dari kata stabil, walaupun memang sudah jauh meningkat dibandingkan dengan kondisi perekonomian di masa-masa krisis. Masih banyak hal yang harus dibenahi di dalam tubuh Indonesia hingga tercapai iklim ekonomi yang benar-benar kondusif.

 

Terpana dengan Mega Fenomena tentang perekonomian di Indonesia, penulis tertarik untuk mengangkat judul “PENINGKATAN PEREKONOMIAN RAKYAT YANG MENANTANG”.

 

Dengan judul tersebut, penulis akan mencoba untuk menguraikan sedikit fenomena yang merupakan sebuah permasalahan ekonomi yang tidak kunjung usai. Hal ini secara tidak langsung mendorong berbagi pihak yang merasa tertantang untuk berusaha meningkatkan perekonomian rakyat Indonesia. Dan penulis juga akan mencoba untuk memberikan beberapa pandangan-pandangan yang diharapkan dapat sedikit mengurangi gejolak perekonomian Indonesia. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

1.2  Perumusan Masalah

 

Sebuah permasalahan yang tidak kunjung ada titik temunya, perekonomian Rakyat yang jauh di bawah angka kestabilan yang akibatnya adalah kemakmuran rakyat secara menyeluruhlah yang hanya dapat menjadi sebuah angan-angan, di luar usaha-usaha konkret yang telah dilakukan tidak ada dampak positive yang secara nyata dapat dirasakan rakyat secara menyeluruh.

 

Banyak hal yang sebenarnya dapat dibahas dan dicoba dicarikan sebuah solusi terhadap apa yang dibahas yang kesemuanya itu merupakan sebuah permasalahan Ekonomi yang menjangkiti bangsa Indonesia hingga bangsa Indonesia sangat sulit dalam usaha untuk meningkatkan perekonomian rakyat secara keseluruhannya. Dengan pengetahuan penulis yang terbatas, penulis hanya ingin sedikit mencoba sebuah terobosan baru yang mungkin akan sedikit merubh cara pandang pembaca terhadap apa yang sedang dn sellu dialami oleh bangsa Indonesia yaitu Permasahan Ekonomi. Sangt banyak hal yang berkaitan erat dengan Perekonomian, dan tidak akan cukup untuk dibahs hanya dlam sebuah karya ilmiah yang ditulis oleh seorang mahasiswa yang berpengetahuan terbatas. Oleh karena itulah penulis hanya akan membatasi permaslhn yng kn dibahas hanya dalam ruang lingkup seputar:

1.        Keadaan ekonomi masyarakat Indonesia secara menyeluruh

2.        Keadaan Sumber Daya Manusia

3.        Keadaan pemerintah dalam rangka untuk mendorong Peningkatan Perekonomian Kerakyatan

4.        Keadaan permodalan yang berada di Indonesia untuk meningkatkan perekonomian

5.        Keadaan Perekonomian secara global untuk mendukung peningkatn perekonomian

 

 

 

 

1.3  Uraian Singkat

 

 

Sebuah permasalahan sudah barang tentu harus dicarikan solusi yang mungkin belum tentu dapat menyelesaikan permasalahan yang ada secara singkat dan tuntas. Namun, mencoba sebuah gagasan baru yang ada merupakan suatu kewajiban yang dapat sedikit atau banyak mengurangi permasalahan yang ada.

 

Penulis ingin sedikit menyumbangkan gagasan yang mungkin terdengar klasik dan sudah banyak digembor-gemborkan oleh beberapa orang terdahulu, namun penulis yakin dengan sebuah tekad yang kuat dan usaha yang konsisten maka gagasan yang akan penulis utarakan akan berdampak positif bagi peningkatan ekonomi rakyat. Mengingat sangat banyak kaitan aspek-aspek di luar perekonomian yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi peningkatan perekonomian suatu bangsa. Penulis akan membahas sebagian kecil dari itu semua.

 

 

 

 

 

1.4  TUJUAN

 

Tujuan penulisan kaya tulis ini adalah:

  1. Memberi gambaran segar tentang penyelesaian usaha peningkatan perekonomian rakyat.
  2. Menjadikan karya ilmiah ini  sebagai rujukan dalam usaha penyelesaian masalah peningkatan perekonomian rakyat.
  3. Menjadikan Sebuah gagasan kecil menjadi lebih berguna dan dapat dimanfaatkan secara maksimal.
  4. memberikan suatu terobosan dalam upaya untuk menyelesaikan sebuah permasalahan.

 

 

 

 

1.5  Kegunaan 

 

Kegunaan karya ilmiah ini adalah sebagai salah satu tambahan dalam deretan tulisan-tulisan yang sejenis yang sudah terlebih dahulu ada untuk penyelesaian sebuah masalah yang sudah sangat lama menjangkiti Negara Indonesia yang dampaknya teramat sangat luas penyebarannya terhadap aspek-aspek kehidupan lainnya seperti aspek keamanan, aspek kesejahteraan masyarakan, aspek kemakmuran, aspek kesehatan dan aspek lainnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

      BAB II

ISI

 

2.1  Problematika Krisis Ekonomi

 

Sejarah ekonomi bangsa selama masa penjajahan 3,5 abad menggambarkan eksploitasi sistem kapitalisme liberal atas ekonomi rakyat yang berakibat pada pemiskinan dan distribusi pendapatan dan kekayaan masyarakat yang sangat pincang. Struktur sosial ekonomi yang tak berkeadilan sosial ini, melalui tekad luhur proklamasi kemerdekaan, hendak diubah menjadi masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

 

Dengan warisan sistem ekonomi dualistik dan sistem sosial-budaya pluralistik, bangsa Indonesia membangun melalui “eksperimen” sistem sosialis dan sistem kapitalis dalam suasana sistem ekonomi global yang bernaluri pemangsa (predator). Eksperimen pertama berupa sistem ekonomi sosialis (1959-66) gagal karena tidak sesuai dengan moral Pancasila dan pluralisme bangsa, sedangkan eksperimen kedua yang “demokratis” berdasar sistem kapitalisme pasar bebas (1966 – 1998) kebablasan karena paham internasional liberalisme cum neoliberalisme makin agresif menguasai ekonomi Indonesia dalam semangat globalisasi yang garang. Krisis moneter yang menyerang ekonomi Indonesia tahun 1997 merontokkan sektor perbankan-modern yang keropos karena sektor yang kapitalistik ini terlalu mengandalkan pada modal asing. Utang-utang luar negeri yang makin besar, baik utang pemerintah maupun swasta, makin menyulitkan ekonomi Indonesia karena resep-resep penyehatan ekonomi dari ajaran ekonomi Neoklasik seperti Dana Moneter Internasional (IMF) tidak saja tidak menguatkan, tetapi justru melemahkan daya tahan ekonomi rakyat. Sektor ekonomi rakyat sendiri khususnya di luar Jawa menunjukkan daya tahan sangat tinggi menghadapi krisis moneter yang berkepanjangan. Ekonomi Rakyat yang tahan banting telah menyelamatkan ekonomi nasional dari ancaman kebangkrutan.

 

Krisis sosial dan krisis politik yang mengancam keutuhan bangsa karena meledak bersamaan dengan krisis moneter 1997 bertambah parah karena selama lebih dari 3 dekade sistem pemerintahan yang sentralistik telah mematikan daya kreasi daerah dan masyarakat di daerah-daerah. Desentralisasi dan Otonomi Daerah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat daerah dalam pembangunan ekonomi, sosial-budaya, dan politik daerah, menghadapi hambatan dari kepentingan-kepentingan ekonomi  angkuh dan mapan baik di pusat maupun di daerah. Ekonomi Rakyat di daerah-daerah dalam pengembangannya memerlukan dukungan modal, yang selama bertahun-tahun mengarus ke pusat karena sistem perbankan sentralistik. Modal dari daerah makin deras mengalir ke pusat selama krisis moneter. Undang-undang Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah dikembangkan melalui kelembagaan ekonomi dan keuangan mikro, dan peningkatan kepastian usaha di daerah-daerah. Kepastian usaha-usaha di daerah ditingkatkan melalui pengembangan sistem keuangan Syariah dan sistem jaminan sosial untuk penanggulangan kemiskinan, dan pengembangan program-program santunan sosial, kesehatan, dan pendidikan.

 

Krisis Moneter juga menciptakan suasana ketergantungan ekonomi Indonesia pada kekuatan kapitalis luar negeri, lebih-lebih melalui cara-cara pengobatan Dana Moneter Internasional (IMF) yang tidak mempercayai serta mempertimbangkan kekuatan ekonomi rakyat dalam negeri khususnya di daerah-daerah. Kebijakan, program, dan teori-teori ekonomi yang menjadi dasar penyusunannya didasarkan pada model-model pembangunan Neoklasik Amerika yang agresif tanpa mempertimbangkan kondisi nyata masyarakat plural di Indonesia. Pakar-pakar ekonomi yang angkuh, yang terlalu percaya pada model-model teoritik-abstrak, berpikir dan bekerja secara eksklusif tanpa merasa memerlukan bantuan pakar-pakar non-ekonomi seperti sosiologi, ilmu-ilmu budaya, dan etika. Strategi pembangunan yang terlalu berorientasi pada pertumbuhan makro dengan mengabaikan pemerataan dan keadilan telah secara rata-rata menaikkan peringkat ekonomi Indonesia dari negara miskin ke peringkat negara berpendapatan menengah, namun disertai distribusi pendapatan dan kekayaan yang timpang, dan kemiskinan yang luas. Reformasi ekonomi, politik, sosial-budaya, dan moral, membuka jalan pada reformasi total mengatasi berbagai kesenjangan sosial-ekonomi yang makin merisaukan antara mereka yang kaya dan mereka yang miskin, antara daerah-daerah yang maju seperti Jawa dan daerah-daerah luar Jawa yang tertinggal.

 

Krisis keuangan global mau tak mau akan memberikan dampak pada Indonesia. Di banyak negara, termasuk Indonesia, Bank Sentral mulai menurunkan tingkat bunga dan pemerintah berbicara tentang stimulus fiskal (M. Chatib Basri, Kompas 12 Januari 2009 hal 1). Prediksi ekonomi Indonesia tahun 2009 diharapkan tak terlalu buruk di banding negara lain. Indonesia kemungkinan masih bisa tumbuh 4,5 persen, dan merupakan salah satu yang tertinggi di Asia Tenggara. Namun kita tak boleh lengah, karena pertumbuhan ekspor melambat.

 

Krisis keuangan perlu mendapatkan fokus dan perhatian darurat. Namun, masalah kelaparan juga perlu mendapatkan perlakuan yang sama. Jutaan orang tahun ini rentan meninggal dunia akibat krisis pangan.

Sampai pada tahap ini ekonomi rakyat masih belum merasakan dampak negatif yang terlalu besar dari krisis moneter.  Bahkan banyak diantaranya yang mendapat ‘rejeki dolar’ karena harga produk yang dihasilkannya melonjak tinggi sejalan dengan peningkatan nilai dolar, seperti yang dirasakan para petani coklat dan para pengrajin yang memiliki konsumen di luar negeri. Hal tersebut terutama juga karena struktur kelembagaan yang diuraikan diatas.  Lemahnya keterkaitan ekonomi rakyat dengan kapitalisme global yang menjadi  sumber dari krisis moneter tersebut, telah menjadi ‘blessing in disguised’ bagi ekonomi rakyat.  

Namun ketika krisis moneter berlanjut menjadi krisis ekonomi (pertumbuhan ekonomi menurun, inflasi meninggi, banyaknya pegawai di PHK, meningginya harga pangan impor, pengurangan subsidi BBM, dan sebagainya) maka ekonomi rakyat mengalami tekanan yang semakin berat.  Pada tahap inipun sebenarnya daya ‘survival’ ekonomi rakyat sangat tinggi.  Dengan cepat terjadi perubahan-perubahan yang mendasar.  Produk yang diimpor diganti dengan produk lokal atau produk impor yanglebih murah (fenomena motor Cina atau maraknya produk elektronik lokal dan impor yang “mereknya tidak dikenal sebelumnya”).

Tekanan menjadi semakin berat lagi setelah krisis ekonomi juga memicu krisis sosial politik dan keamanan, serta serangkaian pilihan kebijakan dalam usaha untuk mengatasi krisis yang justru menempatkan ekonomi rakyat sebagai pihak yang dikorbankan.  Perbankan dan ‘non-ekonomi-rakyat’ yang notabene menjadi penyebab krisis berusaha ‘diselamatkan’ dengan menggunakan dana trilyunan rupiah dari sumberdaya negara yang telah sangat terbatas, sebaliknya kegiatan ekonomi rakyat seolah ditinggalkan. Mencari hutang baru dan menerapkan sistem legal-formal-konvensional seperti menjadi hal yang dipaksakan harus ada, padahal kedua hal itu justru telah menunjukkan kemampuan menghadapi tekanan eksternal yang berat.  Sebaliknya sistem ekonomi rakyat yang nyata-nyata telah mampu bertahan bahkan telah lebih berkembang selama krisis justru tidak diabaikan.  Dalam kondisi rawan keamananpun, kegiatan ekonomi rakyat juga menjadi kegiatan yang paling rentan dan menderita, saat elite politik berdebat saling mengkritik dan membangun perbedaan pendapat. 

Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa ekonomi rakyat merupakan korban dari krisis moneter yang terjadi belum lama ini, terutama akibat timbulnya berbagai masalah setelah krisis terjadi (bukan oleh krisis moneter itu sendiri) dan akibat pilihan kebijakan yang diterapkan sebagai usaha mengatasi krisis.  Oleh karenanya, yang harus dilakukan terutama adalah untuk merubah pendekatan kebijakan yang tidak memihak kepada ekonomi rakyat.  Atau setidaknya yang perlu dikembangkan kebijakan yang ‘not-against’ atau netral terhadap ekonomi rakyat.  Beberapa koreksi yang perlu dilakukan, karena selama ini kebijakan ekonomi sering kali membawa ciri-ciri sebagai berikut (Krisnamurthi, 2001):

a.   Pertimbangan dalam penetapan kebijakan tersebut seringkali memang tidak atas dasar kepentingan kegiatan ekonomi rakyat.  Misalnya, pembentukan tingkat bunga melalui berbagai instrumen moneter lebih didasarkan pada kepentingan ‘balance of payment’ dan penyehatan perbankan; atau dilihat dari pemanfaatan cadangan pemerintah yang sangat besar bagi rekapitalisasi bank, padahal bank tidak (dapat) melayani kegiatan ekonomi rakyat; atau penetapan kebijakan perbankan sendiri yang penuh persyarakatan yang tidak sesuai dengan kondisi objektif ekonomi rakyat, padahal mereka adalah pemilik-suara (voter) terbanyak yang memilih pada pembuat keputusan.  Dalam hal ini, mengingat lamanya pengaruh lembaga internasional (WB, IMF, dll) patut pula diduga bahwa perancangan pola kebijakan tersebut juga membawa kepentingan internasional tersebut.  Demikian juga, berbagai kebijakan yang dilakukan pemerintah daerah dalam rangka otonomi daerah juga telah mengindikasikan pertimbangan yang tidak berorientasi ekonomi rakyat.  Otonomi seharusnya juga berarti perubahan

b.   Kebijakan pengembangan yang dilakukan lebih banyak bersifat regulatif dan merupakan bentuk intervensi terhadap kegiatan yang telah dilakukan oleh ekonomi rakyat.  Inovasi dan kreativitas ekonomi rakyat, terutama dalam mengatasi berbagai kelemahan dan keterbatasan yang dihadapi, sangat tinggi.  Namun banyak kasus yang menunjukkan bahwa kebijakan yang dikembangkan lebih banyak membawa norma dan pemahaman dari “luar” dari pada mengakomodasi apa yang sudah teruji berkembang dalam masyarakat.  Posisi lembaga keuangan mikro dalam sistem keuangan nasional merupakan salah satu contoh terdepan dalam permasalahan ini.

c.  Kebijakan pengembangan yang dilakukan cenderung bersifat ‘ad-hoc’ dan parsial. Banyaknya kebijakan yang dilakukan oleh banyak pihak sering kali bersifat kontra produktif.  Seorang Camat atau kepala desa atau kelompok masyarakat misalnya, sering kali harus menerima limpahan pelaksanaan ‘tugas’ hingga 10 atau 15 program dalam waktu yang bersamaan, dari berbagai instansi yang berbeda dan dengan metode dan ketentuan yang berbeda.  Tumpang tindih tidak dapat dihindari, pengulangan sering terjadi tetapi pada saat yang bersamaan banyak aspek yang dibutuhkan justru tidak dilayani.

d. Mekanisme penghantaran kebijakan (delevery mechanism) yang tidak apresiatif juga merupakan faktor penentu keberhasilan kebijakan.  Kemelut Kredit Usaha Tani (KUT) merupakan contoh kongkrit dari masalah mekanisme penghantaran tersebut.  Demikian pula sikap birokrasi yang ‘memerintah’, merasa lebih tahu, dan ‘minta dilayani’ merupakan permasalahan lain dalam implementasi kebijakan. Sikap tersebut sering kali jauh lebih menentukan efektivitas kebijakan.

e.   Banyak kebijakan yang bersifat ‘mikro’, padahal yang lebih dibutuhkan oleh ekonomi rakyat adalah kebijakan makro yang kondusif.  Dalam hal ini, tingkat bunga yang kompetitif, alokasi kebijakan fiskal yang lebih seimbang sesuai dengan porsi pelaku ekonomi, dan kebijakan nilai tukar, disertai berbagai kebijakan pengaturan (regulative policy) tampaknya masih jauh dari harapan pemberdayaan ekonomi rakyat.

 

Orang tidak pernah lupa menyebutkan bahwa krisis yang melanda bangsa Indonesia dewasa ini sudah berciri multidimensi, tokh yang paling sering disebutkan di media massa adalah sebagai krisis ekonomi, bukan krisis politik, krisis hukum, atau krisis moral. Sebabnya tidak lain karena selama 3 dekade Orde Baru, pembangunan ekonomi sudah menjadi “agama”, dengan peranan yang amat dominan dari (perusahaan-perusahaan) konglomerat. Kini ketika konglomerat sudah rontok, yang sulit dibayangkan untuk bangkit kembali karena utang-utang yang sangat besar, maka ekonomi Indonesia secara keseluruhan dikatakan sudah dalam keadaan krisis parah.

 

Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2009 sudah mengadopsi sebagian dari mekanisme penanganan krisis keuangan yang diatur dalam Perpu JPSK ini. Tahun 2009, DPR memberikan wewenang kepada pemerintah untuk menerbitkan instrumen pembiayaan kepada BI yang secara tersirat akan sama dengan BLBI bagi perbankan nasional yang tertekan apabila krisis keuangan global memburuk.

 

Perbaikan atas pola kebijakan tersebut diatas harus segera dilakukan. Jika tidak, peluang untuk keluar dari krisis akan semakin kecil, bahkan akan terbuka kembali peluang terjadinya krisis berikutnya yang sangat mungkin akan lebih luas dampaknya bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat.  Jika memang belum dapat dilakukan kebijakan yang mendukung ekonomi rakyat, atau juga masih kesulitan untuk membuat kebijakan yang netral terhadap ekonomi rakyat, minimal jangan buat kebijakan yang merugikan ekonomi rakyat, atau jangan buat kebijakan apapun dan biarkan ekonomi rakyat berkembang dengan kemampuannya sendiri.  Yakinlah, rakyat Indonesia mampu melakukan hal itu

 

2.2  Pembangunan Ekonomi Rakyat

Sistem Ekonomi Nasional Indonesia adalah Sistem Ekonomi Kerakyatan yaitu ekonomi berasas kekeluargaan yang demokratis dan bermoral dengan pemihakan pada sektor ekonomi rakyat. Pemihakan dan perlindungan pada ekonomi rakyat merupakan strategi memampukan dan memberdayakan pelaku-pelaku ekonomi rakyat yang sejak zaman penjajahan dan setengah abad Indonesia Merdeka selalu dalam posisi tidak berdaya. Prasyarat sistem ekonomi nasional yang berkeadilan sosial adalah berdaulat di bidang politik, mandiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang budaya.

 

Sebagai sebuah entitas ekonomi yang cakupannya sangat besar dan luas, karakteristik yang dimiliki ekonomi rakyat sangat beragam, tergantung dari jenis kegiatan yang dimaksud. Meskipun demikian, kiranya dapat digambarkan beberapa karakteristik dasar sebagai berikut:

Informalitas. Sebagian besar ekonomi rakyat bekerja diluar kerangka legal dan pengaturan (legal and regulatory framework) yang ada. Ketiadaan maupun kelemahan aturan yang ada atau ketidakmampuan pemerintah untuk mengefektifkan peraturan yang ada (yang seringkali merugikan pelaku usaha kecil) menjadi ruang yang membuat ekonomi rakyat bisa berkembang. Beberapa upaya intervensi yang dilakukan pemerintah dalam kenyataannya justru dapat "mematikan" ekonomi rakyat seperti terlihat pada kasus yang menjadi persoalan nasional yaitu pengaturan tata niaga cengkeh dan jeruk di Kalimantan Barat. Hernando de Soto dalam bukunya yang terakhir The Mystery of Capital berpendapat bahwa situasi informalitas sektor ekonomi rakyat ini menjadi penyebab “mati”-nya kapital yang dimiliki ekonomi rakyat, dalam artian tidak bisa dipergunakan untuk kapitalisasi dan transaksi ekonomi. Hal ini untuk sebagian memang benar karena informalitas ekonomi rakyat menyebabkan mereka tidak bisa mengakses lembaga keuangan formal dan terpaksa harus berhubungan dengan sumber pinjaman informal yang mengenakan bunga sangat tinggi. Pada sisi lain seperti diungkap diatas, formalisasi ekonomi rakyat juga menyimpan bahaya.

Mobilitas. Aspek informalitas dari ekonomi rakyat juga membawa konsekuensi tiadanya jaminan keberlangsungan aktifitas yang dijalani. Berbagai kebijakan pemerintah dapat secara dramatis mempengaruhi keberlangsungan suatu aktifitas ekonomi rakyat. Dalam merespon kondisi yang demikian, sektor ekonomi rakyat merupakan sektor yang relatif mudah dimasuki dan ditinggalkan. Apabila pada aktifitas ekonomi tertentu terdapat banyak peluang maka dengan segera akan banyak pelaku yang menerjuninya. Sebaliknya apabila terjadi perubahan yang mengancam keberlangsungan jenis usaha tertentu maka dengan segera para pelakunya akan berpindah ke jenis usaha yang lain. Situasi ini tentu saja tidak terjadi dengan aktifitas primer seperti pertanian dimana para pelakunya jarang meninggalkan aktifitas pertaniannya. Mekanisme yang dikembangkan untuk menjawab tantangan ekonomi akibat berbagai situasi eksternal adalah melakukan diversifikasi aktifitas ekonomi pada bidang-bidang off-farm.

Beberapa pekerjaan dilakukan oleh satu keluarga. Salah satu karakteristik lain adalah bahwa dalam satu keluarga terutama yang berada pada strata bawah umumnya keluarga tersebut melalui anggotanya terlibat pada lebih dari satu aktifitas ekonomi yang dapat digolongkan sebagai ekonomi rakyat. Mudah dipahami mengapa ini terjadi. Ketidakamanan dan keberlanjutan yang sulit diramalkan dalam ekonomi rakyat membuat pelakunya harus membuat beberapa alternatif yang dapat menggantikan apabila satu aktifitas ekonomi tidak terpaksa terhenti. Apabila tidak terjadi sesuatu maka akumulasi keuntungan pendapatan dari beberapa aktifitas ekonomi sangat mereka butuhkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar.

Kemandirian. Salah persepsi yang berkembang di masyarakat tentang ekonomi rakyat membuat berbagai pihak baik secara sengaja maupun tidak membatasi interaksi dengan sektor ekonomi rakyat. Dari pihak pemerintah, berbagai kegiatan yang berhubungan dengan ekonomi rakyat masih terus berbentuk proyek baik yang menggunakan label penanggulangan kemiskinan maupun pemberdayaan usaha kecil dan menengah. Dari lembaga keuangan sebagai contoh yang lain, dengan berbagai peraturan dan prinsip keberhati-hatian (prudentialitas) membatasi kemungkinan berhubungan dengan sektor ekonomi rakyat. Sektor ekonomi rakyat masih selalu diyakini sebagai “unbankable” dan “high risk”, suatu keyakinan yang perlu dikritisi mengingat pengalaman yang terjadi dengan sektor usaha besar dan konglomerat beberapa tahun terakhir.

Hubungan dengan sektor formal. Meskipun ekonomi rakyat dilekatkan dengan predikat informalitas, dalam kenyataannya ekonomi rakyat memiliki hubungan yang sangat erat dengan sektor formal. Hubungan yang dapat disebut sebagai “the dark side of the formal sector” ini karena seringkali hubungan ini tidak diakui karena berarti sektor formal bekerja sama dengan entitas yang "illegal" mengambil wujud konkrit seperti: penggunaan penjual koran eceran oleh berbagai perusahaan penerbitan, penyediaan makanan murah oleh warung tegal bagi para pekerja di berbagai perusahaan maupun pabrik, penggunaan pedagang eceran di kampung-kampung untuk menyalurkan berbagai produk perusahaan maupun pabrik. Berbagai contoh yang lain masih dapat dipaparkan, namun satu hal yang jelas adalah ekonomi rakyat dengan satu dan lain cara secara nyata memiliki hubungan dan bahkan mendukung sektor formal.

 

2.3    Permasalahan Sumber Daya Manusia

 

Kualitas sumber daya manusia (SDM) yang bekerja di sektor pertanian saat ini ternyata masih rendah. Begitulah penilaian Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPSDMP) Kementerian Pertanian.

Persoalan lain yang dihadapi dalam mengembangkan SDM sektor pertanian yakni, pola pikir dan perilaku petani masih berorientasi pada aspek produksi, lemahnya kapasitas kelembagaan petani dan rendahnya kemandirian petani.

Selain itu juga masih lemahnya akses petani terhadap modal, teknologi, sarana produksi dan informasi pasar dan rendahnya disiplin maupun etos kerja aparatur pertanian. Oleh karena itu, tambahnya, ke depan diperlukan upaya peningkatan pola pikir dan perilaku dari petani subsistem tradisional menjadi petani modern berwawasanbagribisnis.

Menjadikan sektor pertanian sebagai usaha yang menarik bagi generasi muda, menjadikan kelembagaan petani sebagai kelembagaan ekonomi pedesaan yang solid dan kuat. Meningkatkan kompetensi SDM Pertanian melalui pendidikan di bidang manajemen, kepemimpinan, kewirausahaan dan teknis agribisnis.

Kemerosotan Etika Pembangunan khususnya di bidang hukum dan bisnis modern berkaitan erat dengan pemaksaan dipatuhinya aturan main global yang masih asing dan sulit dipenuhi perusahaan-perusahaan nasional. Aturan main globalisasi dengan paham Neoliberal yang garang terutama berasal dari ajaran “Konsensus Washington” telah menyudutkan peranan negara-negara berkembang termasuk Indonesia. KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) merupakan jalan pintas para pelaku bisnis untuk memenangkan persaingan secara tidak bermoral yang merasuk pada birokrasi yang berciri semi-feodal. Etika Ekonomi Rakyat yang jujur, demokratis, dan terbuka, yang menekankan pada tindakan bersama (collective action) dan kerjasama (cooperation), merupakan kunci penyehatan dan pemulihan ekonomi nasional dari kondisi krisis yang berkepanjangan. Inilah moral pembangunan nasional yang percaya pada kekuatan dan ketahanan ekonomi bangsa sendiri.



2.4    Kondisi Umum Usaha Kecil Menengah

 

Kontribusi UKM dalam PDB pada tahun 2003 adalah sebesar 56,7 persen dari total PDB Nasional, terdiri dari kontribusi:

1          Usaha mikro dan kecil sebesar 41,1 persen dan skala usaha menengah sebesar 15,6 persen.

2          Atas dasar harga konstan tahun 1993, laju pertumbuhan PDB UKM (dengan migas) pada tahun 2003 tercatat sebesar 4,57 persen (angka sementara) atau tumbuh lebih cepat daripada PDB nasional (dengan migas) yang tercatat sebesar 4,10 persen (angka sementara).

3          Perkembangan UKM seperti itu sangat kritikal dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

 

Perkembangan jumlah UKM

Pada tahun 2003, jumlah UKM sebanyak 42,4 juta unit usaha, bagian terbesarnya berupa usaha skala mikro, dan dapat menyerap lebih dari 79,0 juta tenaga kerja, meliputi : a) usaha mikro dan kecil sebanyak 70,3 juta tenaga kerja, b) usaha menengah sebanyak 8,7 juta tenaga kerja. Sementara itu sampai dengan tahun 2002, jumlah koperasi mencapai 117 ribu unit, dengan jumlah anggota sebanyak 24.049 ribu orang, dan jumlah koperasi yang aktif adalah sebanyak 92 ribu unit. Perkembangan tersebut menunjukkan bahwa pengusaha UKM akan berperanan besar dalam penyediaan lapangan kerja.

 

Pada umumnya pasar/ permintaan yang ada dalam sektor mikro berasal dari rumah tangga dan perusahaan yang bergerak secara unregulated dan sektor ekonomi yang informal. Usaha mikro ini lebih kecil dibanding pasar ritel (atau kita kenal sebagai istilah usaha kecil, sesuai kriteria di atas)

Kondisi Umum Pasar dalam sektor mikro adalah: langka modal, kepemilikan keluarga, skala kecil, status tidak legal, beroperasi di pasar unregulated, relatif mudah keluar masuk pasar, padat karya, pendidikan informal dan ketrampilan rendah, jam kerja tidak tertentu, sedikit pemakaian alat, pengguna sumber daya sendiri, penjualan domestik.

 

Profil usaha mikro yang selama ini berhubungan dengan Lembaga Keuangan, adalah:

l Tenaga kerja, mempekerjakan 1-5 orang termasuk anggota keluarganya.

l Aktiva Tetap, relatif kecil, karena labor-intensive.

l Lokasi, di sekitar rumah, biasanya di luar pusat bisnis.

l Pemasaran, tergantung pasar lokal dan jarang terlibat kegiatan ekspor-impor.

l Manajemen, ditangani sendiri dengan teknik sederhana.

l Aspek hukum: beroperasi di luar ketentuan yang diatur

l hukum: perijinan, pajak, perburuhan, dll..

Namun jika melihat sekeliling kita, banyak sekali usaha mikro yang terus berjalan. Dan waktu telah menunjukkan bahwa pada saat krisis ekonomi terjadi di Indonesia, maka usaha mikro termasuk usaha yang tahan dalam menghadapi krisis, karena biasanya tidak mendapat pinjaman dari luar, pasar domestik, biaya tenaga kerja murah karena dibantu oleh anggota keluarga. Dan rata-rata usaha mikro banyak yang telah bertahan lebih dari 8 tahun, dan tetap bertahan, bahkan ada yang memiliki pengalaman lebih dari 20 tahun.

 

Saat inipun, jika kita berjalan di sekeliling lingkungan kita, pasar tradisional masih ramai pengunjung, bahkan banyak pasar kaget yang hanya ada pada hari-hari tertentu tetap ramai. Saat saya mengunjungi kantor lama, saya mencoba jalan-jalan di belakang kantor, yang dipenuhi oleh para pedagang sektor informal. Wajah mereka, yang telah saya kenal sejak tahun 2000 sebagian besar masih ada, bahkan sebagian usahanya makin meningkat, dengan mempunyai cabang di beberapa tempat, yang dibantu pengelolaannya oleh sanak keluarga. Bahkan salah satu pedagang yang cukup akrab mengatakan, hasil dari berdagang di sektor informal ini, jauh lebih besar penghasilannya dibanding pada saat dia masih bekerja di kantor, namun satu hal yang lebih pasti, bahwa dia harus mau bekerja lebih keras, dan kreatif, memikirkan kira-kira apa kebutuhan pelanggan. Hal yang sangat berbeda jika dia hanya bekerja di kantor, yang saat itu lebih banyak melakukan tugas-tugas administrasi, dan telah ada manager yang mengaturnya.

Pasar domestik yang diharapkan akan menolong, terutama peran dari konsumsi rumah tangga. diperkirakan proporsi konsumsi rumah tangga terhadap produk domestik sekitar 65 persen. Jika konsumsi rumah tangga tumbuh 5%, maka pertumbuhan ekonomi dari konsumsi rumah tangga sudah 3,25 persen. Jika pengeluaran plus investasi pemerintah dapat tumbuh 12-13 persen, maka kontribusi dari konsumsi rumah tangga dan pengeluaran pemerintah saja, tanpa investasi dan ekspor, sudah mencapai 4,5 persen. Oleh sebab itu, stimulus fiskal sangat penting.

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

3.1  Pembangunan Ekonomi

Para investor asing kemungkinan akan menginvestasikan dana di China maupun di Vietnam ketimbang Indonesia sebagai basis produksi dan mengekspor produknya ke pasar Indonesia, katanya. Karena itu, lanjut dia, pemerintah diharapkan segera membuat aturan yang dapat menahan laju produk China sehingga tidak semuanya masuk ke Indonesia.

 

Ada 13 prioritas yang diagendakan pemerintah untuk melaksankan perbikan ekonomi Indonesia, 13 Priorits itu antar lain:

1.        peningkatan ekspor,

2.        peningkatan investasi,

3.        optimalisasi pengeluaran pemerintah,

4.        peningkatan industri,

5.        peningkatan pertanian,

6.        pengembangan sektor industri,

7.        peningkatan pertanian,

8.        pengembangan sektor tersier,

9.        stabilitas moneter,

10.    APBN yang berkelanjutan,

11.    stabilitas sektor keuangan,

12.    peningkatan kesempatan kerja,

13.    pengurangan2kemiskinan,asertaapengembananaUKM.

 

3.2  Pandangan ke Depan Terhadap Sebuah Solusi

Kini kita menghadapi persoalan konkret. Usaha-usaha besar, karena mendapat berbagai privilese tumbuh dengan cepat, namun kemudian ambruk. Usaha-usaha ekonomi rakyat, memang terbukti mampu menyelamatkan ekonomi Indonesia dari krisis, namun tetap berjalan tertatih-tatih karena keterbatasan akses. Begitulah, dengan segala kekuatan dan kelemahannya, setidaknya kedua modal itulah yang kini kita miliki.

Menyadari adanya dua modal tersebut, perlu ada transformasi agar kedua sektor usaha tersebut bisa berkembang (dual track), yaitu melalui pemberian akses dan peluang yang sama pada kedua sektor usaha tersebut. Dengan cara demikian, sektor usaha besar yang hidup dari kronisme, rente ekonomi dan fasilitas, mau tak mau harus berkompetisi secara sehat, sebab bila tidak akan jatuh. Sementara usaha besar yang berusaha secara wajar dan kompetitif, akan bisa terus berkembang. Sedangkan untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), agar bisa memanfaatkan berbagai akses dan peluang yang ada, diperlukan pula adanya upaya peningkatan kapasitas (capacity building).

Dan perlu disadari, akibat adanya ”dualisme ekonomi” sektor kecil ini tak memiliki kemampuan untuk memanfaatkan berbagai institusi modern. Bahkan seringkali, sektor modern justru makin meminggirkan mereka. Salah satu institusi modern yang sangat sulit diakses oleh UMKM, adalah perbankan.

Meski memobilisasi tabungan dari masyarakat luas, namun pelayanan pembiayaan bank lebih dimanfaatkan sektor besar. Akibatnya, acapkali institusi modern ini justru meningkatkan adanya kesenjangan. Oleh sebab itu, perlu dikembangkan berbagai institusi modern yang dimodifikasi sedemikian rupa, sehingga dapat kompatibel dengan nilai-nilai dan budaya setempat agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat secara luas.

Demikianlah, dengan berbagai keterbukaan dan peluang, di mana masyarakat mempunyai kebebasan untuk memilih, maka masyarakat dapat mengembangkan berbagai potensi produktif mereka. Dengan demikian, pembangunan akan berkembang secara dinamik berdasar kekuatan masyarakat sendiri. Bila masyarakat telah tumbuh dan berdaya, maka pembangunan akan berurat berakar (rooted) pada rakyat, sehingga makin kuat dan kokoh menyangga bangsa ini.

 

Asumsi yang mendasari persepsi yang berkembang bahwa sektor ekonomi rakyat adalah sektor yang lemah, tradisional, tidak memiliki kemampuan, tidak memiliki daya saing dan karenanya untuk memberdayakan sektor ini akan membutuhkan alokasi sumber daya dan waktu yang amat besar. Terhadap asumsi ini ada dua sikap, yaitu: pertama, apabila untuk memberdayakan ekonomi rakyat diperlukan alokasi sumber daya dan waktu yang besar, hal tersebut merupakan sesuatu yang pantas mengingat ekonomi rakyat merupakan sektor dimana sebagian besar pelaku ekonomi berada dan mempengaruhi bagian terbesar dari masyarakat. Kedua, dalam kenyataannya ekonomi rakyat selama ini hidup dan berkembang dalam situasi tertekan, lemah, dan tidak diuntungkan. Karenanya, perlakuan yang adil dan proporsional cukup memadai untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya ekonomi rakyat. Perlakuan semacam ini dapat dimulai dengan melibatkan sektor ekonomi rakyat dalam proses pengambilan keputusan kebijakan perekonomian nasional. Sesuatu yang sebenarnya sangat sederhana tetapi yang ternyata sampai dengan saat ini masih sulit diwujudkan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA